Thursday, December 30, 2010

Rumah Sejuta Mimpi

JUARA (Rumah Sejuta Mimpi)

“Han.., segeralah bersiap, kita akan segera meluncur ke TKP !...”Seru Nida dari kamar sebelah. “Oke-oke, lima belas menit lagi”, sahut Raihan dari kamarnya. Lima belas menit yang dijanji akhirnya si Raihan telah bersiap untuk meluncur bersama Nida teman satu kosannya yang tadi memanggilnya. Yukz, cap cuss, kita berangkat..

Raihan dan Nida merupakan dua mahasiswi satu universitas tapi  beda fakultas. Dan ini tahun ke dua mereka ngekost bareng. Udah sama-sama tahu lah satu sama lain. Nida mahasiswa fakultas keguruan yang terkenal pinter tapi rada cablak ini, beda banget ama si Raihan anak komunikasi fisip yang sangat kalem... (Byuh,,,tuker fakultas aja ya kayaknya biar pas,hehe). Justru, karena beda karakter itulah mereka saling melengkapi satu sama lain.
Tujuan Raihan dan Nida kini meluncur ke kosan Al Barokah, menghampiri Syifa dan Husna untuk menuju target selanjutnya. Akhirnya , setelah kurang lebih empat puluh lima menit, sambil ngos-ngosan Raihan dan Nida sampai juga ke Al Barokah....

 “Assalamu’alaikuuum”....seru mereka berdua kompak, sembari mengetok kamar nomor satu. “Wa’alaikum salam warohmatullah, iya sebentar”, sahut penghuni kamar satu. Tak lama kemudian sang empunya kamar segera mempersilahkan masuk.
“Alhamdulillah, akhirnya kalian berdua sampai juga”. Ujar Syifa penuh kelegaan. Kita tinggal menunggu si Husna datang, lima belas menit yang lalu dia sms sedang dalam perjalanan pulang kesini. “Nampaknya dia akan bawa banyak bingkisan bermanfaat untuk target kita nanti”. Ujar Syifa penuh semangat.

Syifa dan Husna, merupakan rekan satu kamar penghuni kamar nomor satu di Asrama Albarokah. Syifa mahasiswi kedokteran yang sangat keibuan dan Husna mahasiswa fakultas ekonomi yang sangat pandai memanage keuangan. Jadi sangat wajar jika Husna selalu di dapuk menjadi sang bendahara disetiap agenda yang dibuat empat sahabat ini. Mereka berempat dipertemukan dalam kelompok Bimbingan Baca Qur’an (BBQ) dulu saat menjadi mahasiswa baru. Kendati kini mereka tak lagi satu kelompok BBQ , mereka tetap saling dekat satu sama lain.
**
Obrolan hangat meramaikan pertemuan mereka pagi itu, mereka saling berbagi berita satu sama lain. Tak lama berselang akhirnya Husna sampai juga ke Albarokah dengan kuda besinya dan banyak kardus yang dibawanya. “Assalamu’alaikum..........”salam Husna dari luar kamar, “wa’alaikum salam” sahut penghuni kamar satu beserta tamunya di dalam. Segera mereka berhamburan keluar membantu Husna memindahkan kardus-kardus itu dari kuda besinya. “Subhanalloh, dapat sebanyak ini Husna. Semoga Allah memberi keberkahan pada bingkisan-bingkisan ini”. Ucap Syifa penuh takjub. Kini mereka berempat sibuk membungkus souvenir itu secantik mungkin untuk segera dibawa ke TKP.
**
Ya , mereka berempat  memang punya satu misi yang mulia, setiap bulan mereka selalu mengagendakan untuk membagi rejeki kepada yang berhak.  Ini adalah bulan ketiga mereka melakon hal yang sama. Kini mereka bergerak menuju Kemiling, daerah yang banyak dihuni oleh para orang-orang berpunya, tapi kurang dermawa, bahkan ada daerah yang belum tersentuh sama sekali oleh mereka. Sehingga masuk menjadi list keempat sahabat ini untuk berbagi rizki kesana pada bulan ketiga ini. Memang lokasi yang akan ditempuh cukup melelahkan, karena banyak perbukitan dan hutan yang harus dijejaki untuk menuju ke sana. Rute perjalanan yang cukup jauh dan medan jalan yang cukup terjal mengharuskan mereka sangat berhati-hati memacu kuda besinya.

Satu setengah jam akhirnya mereka sampai di rumah pak RT, setelah bersilaturahim dan menyatakan maksud kedatangan mereka di desa itu, akhirnya mereka segera meluncur dengan membawa data orang-orang “spesial” yang akan mereka kunjungi. Mision ready complete, akhirnya misi bulan ketiga mereka telah rampung tertunai  dan mereka kembali meluncur ke asrama Al Barokah. Maklumlah satu motor yang mereka tunggangi itu hasil pinjaman kawan kosan Husna dan Syifa yang baik hati yang berkenan untuk meminjamkan kepada mereka, namanya Amie, Sumarmi lebih tepatnya. Amie orang jawa tulen asli tegal yang sangat ramah dan baik hati.

Setibanya di Al Barokah, keempat sahabat ini segera  bergerak menggelar shalat dhuhur berjamaah. Dengan diimami bunda Syifa, demikian mereka menyebutnya , mereka shalat dhuhur dengan penuh khusyuk. Setelah usai shalat , Raihan dan Nida segera berpamitan untuk kembali ke kosan Annisa. Mereka berdua mengayunkan langkahnya dengan penuh semangat kendati sebenarnya mereka pasti sangat kelelahan. Mereka saling mereview hasil perjuangan mereka berempat tadi. Sepanjang perjalanan menuju kosan An Nisa banyak hal yang mereka diskusikan, sehingga perjalanan menjadi tak terasa melelahkan. “ Alhamdulillah gerbang depan kosan sudah mulai terlihat”,ujar si Nida penuh semangat. Sampai juga akhirnya dua anak manusia beda karakter itu masuk ke kosan mereka tercinta.  Sambil berebah di kamar, iseng-iseng si Nida anak FKIP yang cablak itu membuka akun fbnya...
Ting ***......,, ide cemerlang akhirnya nongol di otak si Nida. Segera di message ke tiga sahabatnya untuk segera online. Tak menunggu lama akhirnya keempat sahabat sudah on di depan fb, dan si Nida yang creative menulis di discussion bord akun fesbuk miliknya, berharap ketiga sahabat segera meresponnya. Gayung bersambut, akhirnya discussion bord pun ramai oleh komentar-komentar ketiga sahabat Nida. Dan diperoleh kesimpulan bahwa esok malam mereka janjian akan  *mabit dikosan Nida dan Raihan. “Oke besok Sabtu, ba’da ashar kalian sudah sampai ya di Annisa”, ketik Nida mengakhiri diskusi keempat sahabat ini.
**
Diwaktu yang telah disepakati akhirnya Husna sampai terlebih dahulu di kosan Annisa, Nida dan Raihan sudah menyambut di depan gerbang. “Mana bunda Syifa, koq tumben gak bareng?tapi nanti dia pasti kesini kan? “Tanya Nida memberondong pertanyaan pada Husna. “Syifa sedang ada tutorial tambahan tuh tadi di kampus, katanya insyaallah nanti habis magrib baru bisa menyusul kesini”. Jawab Husna memberikan keterangan sejelas-jelasnya. “Oo ... yawde kalau gitu, yukz masuk”. Ajak Raihan penuh kelembutan.....
**
Maghrib sudah usai, Syifa pun telah sampai dengan selamat menuju kosan Annisa, diantar oleh si Amie yang baik hati. Setelah ngobrol santai akhirnya kini keempat sahabat ini mulai mengarah ke topik yang serius yang mendasari perlunya mereka menggelar mabit malam ini. Nida sebagai sang empunya ide segera memulai jalannya diskusi mereka malam itu.” Setelah kita sampai pada bulan ketiga kita melakoni agenda kita, alangkah lebih baiknya jika kita mengevaluasi dan melakukan followup terhadap kegiatan kita tersebut kawan-kawan”. Nida memulai pembicaraan dengan nada serius. Si Raihan, anak komunikasi yang kalem itu, akhirnya segera angkat bicara. “Iya saya sangat setuju dengan usulan saudari Nida, alangkah lebih baiknya jika agenda ini kita evaluasi dan tindak lanjuti lebih jauh. Rekan –rekan, semenjak diskusi kita semalam di facebook , saya kemudian menjadi berfikir bagaimana jika kita membuat suatu gebrakan baru yang mampu mengakomodir kebutuhan mereka semua. Karena, saya fikir jika kita terus –terusan memberikan bantuan maka mereka akan selalu bergantung kepada kita”. “Iya saya sepakat dengan saudari Raihan”, sambung Husna memotong pembicaraan Raihan. “Saya sepakat jika mereka kita ajarkan untuk bisa hidup mandiri tanpa harus tergantung dengan pemberian kita maupun orang lain, apalagi kita masih mahasiswa. Bantuan yang kita berikan pun tidak seberapa, tak akan mengubah taraf hidup mereka. Bagaimana caranya sekarang kita membukakan pintu wirausaha untuk mereka, itu yang jadi PR kita bersama”ujar Husna penuh semangat. “Tak cuma itu kawan yang harus kita fikirkan”, Syifa ikut-ikutan menyahut. “Kita juga harus memikirkan kesehatan mereka. Saya sangat miris ketika mendengar banyak warga yang meninggal karena terkena malaria dan DBD di daerah itu karena pemukiman mereka yang sangat kumuh. Kita harus bisa juga mengajarkan pola hidup sehat dan bersih kepada mereka”, tutur calon dokter itu penuh semangat.

Nida dengan cekatan mendokumentasikan hasil pembicaraan ketiga sahabatnya dalam buku notulensi yang mulai sesak dengan hasil diskusi malam ini. “Okelah kawan-kawan “, seru Nida mengalihkan perhatian ketiga sahabatnya terpusat pada dirinya. “Kita juga tak boleh melupakan masalah pendidikan anak-anak. Mereka rata-rata hanya bersekolah paling tinggi sampai kelas tiga SD, dan sisanya kini mereka menjadi pemulung, kuli kasar dan pekerja sawah. Sungguh saya juga sangat miris melihat kondisi mereka yang seharusnya masih mengenyam pendidikan, harus melakoni pekerjaan yang tak seharusnya mereka jalani. Mereka terlihat lebih tua dari usia  mereka yang terpaut masih sangat muda. Saya dan kita semua memang tahu, kerasnya hidup membuat mereka mau tak mau harus melakoni hal itu. Jadi sekarang permasalahan yang sudah mulai kelihatan coba segera kita carikan solusi terbaiknya.  Alhamdulillah, Allah memperkenankan kita bertemu dengan latar belakang keilmuan yang berbeda. Sehingga kita bisa melihat sebuah permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Sepanjang perbincangan kita hingga saat ini ada 3 hal pokok yang harus kita temukan solusinya.Pertama masalah kemandirian yang ditutur oleh saudari Husna dan Raihan, masalah kesehatan seperti yang sudah diujar oleh bunda Syifa dan tentunya masalah pendidikan yang saya urai barusan. Yang harus kita fikirkan adalah bagaimana ketiga masalah pokok itu bisa menemukan satu solusi”. ....  Uraian kata yang ditutur Nida, menjadikan senyap arena diskusi malam ini. Semua berfikir keras untuk menemukan solusi terbaik dari akar permasalahan yang ada. “Aku tahu,,,,,”seru Raihan mahasiswa komunikasi yang kalem itu memecah kesenyapan arena diskusi. “Apa Raihan????” Tanya Nida, Syifa dan Husna kompak. “Aku tahu satu solusi tepat untuk mengakomodir ketiga permasalahan yang sudah panjang lebar kita urai tadi”. Ketiga sahabat Raihan mulai semakin penasaran mendengar penuturan Raihan selanjutnya. “Kita buat Rumah Sejuta Mimpi......”.ujar Raihan mantap menawarkan ide cemerlang. Semua saling bertatapan penuh keheranan dan masih nampak bingung. Raihan menyadari kebingungan rekan-rekannya itu, dan Raihan mulai lincah menuju White Board yang terpasang dikamar Nida. Maklumlah sebagai mahasiswa FKIP,Nida tak bisa jauh dari papan tulisnya untuk mengajar murid les privatnya di kamar pribadinya. “Oke begini kawan-kawan. Kita akan membangun sebuah rumah berdasarkan mimpi kita, kita harus membuat design bahwa rumah itu mampu mengakomodir segala permasalahan yang telah kita bicarakan. Kita akan mendisain rumah yang bisa dipergunakan untuk berwirausaha dan taman pendidikan. Untuk ibu-ibu kita produktifkan untuk belajar berwirausaha misalnya memanfaatkan limbah-limbah rumah tangga untuk dijadikan kerajinan atau juga membuat boneka horta. Selain bahannya mudah ditemui, setelah diolah mampu menghasilkan rupiah yang nantinya bisa menjadi modal untuk mereka. Kita bisa memfasilitasi hasil karya mereka dengan penjualan melalui penjualan online melalui ranah maya. Dan juga limbah itu juga membantu agar lingkungan kita tak tercemari sampah-sampah rumah tangga. Kemudian untuk anak-anak kita buat taman pendidikan berupa baca, tulis, mengaji dan bermain.  Nida mungkin sangat bisa kita percaya untuk mengelola taman pendidikan ini bersama Syifa. Di taman pendidikan Syifa juga bisa memberikan penyuluhan kesehatan bagi anak-anak dan ibu-ibu tadi. Harapan saya dalam satu rumah itu, bisa sekaligus menjadi tempat berkarya, berwirausaha, belajar, bermain dan tentunya mengaji. Jadi untuk langkah awal kita mungkin baru bisa membuat satu rumah unit, jika sudah ada sponsor bukan tidak mungkin rumah-rumah sejuta mimpi kita akan bertebaran di banyak tempat”.

Panjang lebar dan penuh energic, Raihan menuturkan ide cemerlangnya kepada ketiga sahabatnya. Ketiga sahabatnya mulai mengangguk-angguk tanda meyetujui rencana Raihan. “Terus dana untuk kita buat atau nyewa rumahnya dari mana Han? “Celetuk Nida kebingungan. “Pertanyaan cerdas Nida”, sahut Raihan. Ini juga sudah saya fikirkan tadi dan belum sempat saya tuturkan. “Begini kawan-kawan,  kita harus mulai merinci apa saja kebutuhan di awal yang sangat mendesak kita butuhkan untuk melaksanakan proyek ini. Setelah semuanya terinci dengan baik, langkah selanjutnya adalah kita membuat proposal dan menyebar melalui berbagai perusahaan, juga menyebar informasi ini melalui internet, juga bekerja sama dengan media. Memang bukan hal yang mudah untuk melakukan ini kawan-kawan, tapi setidaknya ilmu komunikasi dan public relation yang sudah saya tempuh dimata kuliah, bisa menjadi bekal kita mengkomunikasikan dengan calon sponsor dan donatur. Demikian kawan-kawan tawaran solusi yang bisa saya sampaikan, jika memang kalian sepakat berarti esok kita sudah bisa mulai merancang  proposal yang akan kita ajukan...”

“Akhirnya satu titik terang yang merangkum tiga permasalahan paling dasar sudah kita temukan solusinya bersama, terima kasih atas ide-ide bersama kita malam ini, semoga Allah memberikan kita kemudahan untuk merajut mimpi kita untuk membangun Rumah Sejuta Mimpi sebagaimana yang telah kita rancang bersama”. Closing statemen dari sang empunya hajat menutup diskusi panjang keempat sahabat .

“Amin..” sahut ketiga sahabat mengamini closing statemen Nida, menyudahi diskusi malam ini. Dan marilah kita tutup diskusi kita malam ini dengan membaca do’a kifaratul majlis, “subhanakallohumma wa bihamdika, asyhadu alla illa ha illa anta astaqfiruka waatubu ilaih”,  diiringi dengan istiqhfar tiga kali. Kita memohon ampun kepada Allah jika tadi ada rasa tidak ikhlas mampir dihati-hati kita. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan mengaminkan do’a – doa kita.  Kini saatnya kita beristirahat dan jangan lupa sepertiga malam, kita sama-sama meminta kepada sang pemilik jagad semesta, untuk memudahkan jalan kita mewujudkan Rumah Sejuta Mimpi yang telah kita rancang bersama.

Kini , semua telah bersiap beristirahat dikamar Nida dan Raihan. Satu jam kemudian keempat sahabat itu  telah terbuai dalam pulau impian, dengan membawa sejuta harap dengan Rumah Sejuta Mimpi.........................
THE END J
*mabit : malam bina iman dan takwa ( biasanya diisi dengan diskusi dan aktivitas peningkatan ruhiyah) dilakukan dengan menginap.

Sebuah Perjuangan
Perjalanan ini masih sangat panjang
Jalan terjal akan selalu mengiringi setiap tapak perjuangan
Perjuangan yang berliku justru akan menambah kenikmatan sebuah perjalanan
Tekad telah terpatri
Azzam telah terucap
Tak boleh terucap kata mudur dari gelanggang pertarungan
Karena, manisnya buah perjuangan
Ketika kita mampu melewati segala tantangan yang membentang ke depan
Rumah sejuta mimpi
Yang telah kita asa bersama
Semoga menjadi amal jariyah
Yang menjadi pemberat amal kita
Di akhirat kelak
Amin...

Bandar Lampung, 28 Desember 2010
Pukul 12.25 am


Tri Lego Indah Fitrianingsih merupakan mahasiswa semester lima Pendidikan Fisika Universitas Lampung. Semasa SMA pernah menjuarai Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat Propinsi yang kala itu digelar sebagai bagian dari perhelatan akbar mahasiswa se-Indonesia dalam PIMNAS XX (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) yang bertuan rumah di Bandar Lampung. Penulis rajin mengikuti dan menjuarai lomba karya tulis ilmiah remaja tingkat kabupaten, serta menjadi juara 1 pidato remaja masjid. Mulai aktif mengikuti lomba menulis antologi sejak November 2010. Antologi kisah kasih Ibu merupakan debut pertamanya dari karyanya yang dibukukan bersama para penulis lainnya yang kini sedang menjalani proses penggarapan. Penulis kini aktif di organisasi kemahasiswaan kampus yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa tingkat Universitas (DPMU KBM Unila) di komisi advokasi dan perundang-undangan.  Penulis dapat disapa via facebook, YM dan twitter melalui email di: me_muslimnegarawan@ymail.com, dapat pula dikunjungi melalui blog di http://legosangcreator.blogspot.com/. No.telp 085279183411 atau 085769957317.
Kini tinggal di Bandar Lampung,  Alamat : Asrama Al Barokah,  Jalan Bumi Manti gang M. Said No.25 B, Kampung baru, Universitas Lampung
Nama FB : Tri Lego Indah

 (Cerpen dan puisi ini diikutkan dalam lomba “JUARA” Group TAMAN SASTRA, info dan ketentuan lomba klik di sini : http://www.facebook.com/note.php?saved&&note_id=10150353537570534)

No comments:

Post a Comment